1. Dalam berbagai kampanye (Sosialisasi RUU KAMNAS) Pemerintah / KEMHAN, selalu menegaskan bahwa UU Kamnas amat dibutuhkan untuk mensinergikan peran para Aktor Penegak Kamnas yaitu : aktor Pertahanan/TNI dengan aktor hubungan luar negeri / Diplomasi serta Aktor Penegak Keamanan Dalam Negeri.
Upaya mensinergikan peran para Aktor Penegak KAMNAS tersebut, akan diatur dalam satu Undang-Undang KAMNAS yang RUU nya sudah diajukan ke DPR-Rl sejak tahun 2010 namun oleh Komisi-1 DPR-Rl setelah melakukan berbagai dengar pendapat umum dengan kelompok-kelompok warga masyarakat (LSM dan kalangan intelektual dsb), akhirnya menjelang akhir 2012 ditolak DPR dan dikembalikan kepada Pemerintah.
Namun awal 2012 RUU-KAMNAS yang sudah mengalami beberapa perbaikan (yang amat tidak signifikan), telah diajukan lagi kepada Pimpinan DPR yang kemudian menyerahkan pembahasannya kepada PANSUS (gabungan dari unsur-unsur Komisi I - II - III DPR - Rl).
Pembuatan RUU yang dimaksud men-sinergi-kan peran Aktor-aktor Penegak KAMNAS tersebut, adalah pekerjaan legislasi yang amat sangat tidak sederhana. Mengapa ?
Karena posisi dan peran fungsional-strategis para Aktor Penegak KAMNAS tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Organiknya masing-masing, bahkan Aktor Pertahanan sudah diatur dalam dua Undang-Undang yaitu Undang-Undang Pertahanan dan Undang-Undang TNI, demikian pula Aktor Penegak Kamdagri juga telah diatur dalam UU No. 2 tahun 2002.
Catatan kecil: Disayangkan bahwa Polri yang telah diberikan posisi dan peran strategis sebagai Penegak Kamdagri, belum menjabarkan legalitas konstitusional posisi dan peran strategisnya tersebut dalam penyelenggaraan tugas fungsionalnya sebagai Aktor Penegak Kamdagri.
2. Demikian pula tidak ada Negara Hukum Demokratis yang mengatur (“men-sinergi-kan”) peran fungsional Aktor Pertahanan dengan peran fungsional Aktor Hubungan Luar Negeri serta peran fungsional Aktor Kamdagri ke dalam satu Undang-Undang ?
Karenanya, pembuatan RUU KAMNAS selain akan memboroskan energy legislative untuk mencermati berbagai Undang-Undang yang sudah mengatur posisi dan peran fungsional Aktor-aktor Penegak KAMNAS tersebut, akan lebih utama apabila Pemerintah mengajukan RUU Peradilan Militer yang sudah diperintahkan oleh Undang- Undang TNI dan sudah pernah dibahas DPR-Rl pada DPR periode 2004 - 2009 yang belum dituntaskan.
Urgensi strategis Revisi Peradilan Militer adalah akan mengembalikan posisi dan status serta fungsi Peradilan Militer sebagai Lembaga Peradilan Internal TNI yang hanya mengadili tindak pidana Militer (yang diatur dalam KUHP-Militer) dan tidak lagi merangkap menjadi Peradilan Tindak Pidana Umum yang merupakan wilayah Yurisdiksi Pengadilan Negeri.Kondisi sedemikian ini akan meniadakan perlakuan hukum yang berbeda antara Anggota TNI yang menjadi Pelaku Pidana Umum dengan Warga Sipil, sehingga kesetaraan kedudukan warga Negara (dalam profesi apapun) didepan hukum dapat dipulihkan lagi sesuai Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
3. Dari hasil pencermatan sejumlah kelompok masyarakat (LSM kritis maupun Intelektual) terhadap Substansi RUU - KAMNAS, dapat ditandai sejumlah kejanggalan, antara lain sebagai berikut:
a. Pendefenisian pengertian-pengertian tentang makna “Keamanan” masih menimbulkan multitafsir, misalnya : Pengertian Ancaman masih digaduhkan antara ancaman yang datang dari Dalam Negeri dan disatu kategorikan dalam satu “Spektrum Ancaman”.
Padahal, “Ancaman” yang datang dari dalam Negeri lebih tepat dikategorikan sebagai Gangguan KAMDAGRI (bukan ancaman).
b. Substansi pengaturan dalam batang tubuh RUU KAMNAS, masih menimbulkan penafsiran sebagai RUU-KAMDAGRI, karena sebagian besar justru mengatur tugas-tugas dan peran Aparatur Pemerintahan didaerah dalam tugas Penegakan KAMDAGRI.
Sebagai Negara Kepulauan yang didominasi wilayah Samudera, dengan garis pantai sepanjang 68 ribu Km serta daratan yang hanya dua juta Kilometer persegi tersebar pada ribuan pulau-pulau kecil pada lautan yang 5 juta Kilometer persegi, tapi dalam RUU-KAMNAS justru tidak ditemukan elaborasi peran fungsional TNI AL dan TNI AU dalam menjaga keselamatan wilayah Yurisdiksi NKRI terhadap Ancaman dan Luar Negeri.
Demikian pula, peran fungsional strategis hubungan Luar Negeri dan Diplomasi yang justru harus ikut serta melaksanakan perdamaian dunia, yang mampu mencegah / menghindarkan perang serta membangun hubungan persahabatan dengan Negara- negara lain, tidak ditemukan elaborasi peran strategisnya tersebut.
4. Apabila dicermati lebih jauh, maka akan semakin banyak ditemukan kejanggalan yang sulit diterima atau yang bahkan multitafsir.
Oleh sebab itu, RUU-KAMNAS (sampai dengan yang diajukan kembali ke DPR awal 2012), sebaiknya (harus) ditolak DPR, karena tidak ada urgensinya.
Men-sinergikan fungsi-fungsi Pemerintahan Negara termasuk bidang KAMNAS, tidak diperlukan Undang-Undang tersendiri, melainkan sudah menjadi wewenang dan tanggung jawab Presiden Kepala Negara yang juga Pimpinan Tertinggi TNI.
*Penulis adalah anggota Kehormatan DPP GMPK